1. Yang pertama-tama dipertanyakan (diperhitungkan) terhadap seorang
hamba pada hari kiamat dari amal perbuatannya adalah tentang shalatnya.
Apabila shalatnya baik maka dia beruntung dan sukses dan apabila shalatnya buruk maka dia kecewa dan merugi. (HR. An-Nasaa'i dan Tirmidzi)
2. Paling dekat seorang hamba kepada Robbnya ialah ketika ia bersujud maka perbanyaklah do'a (saat bersujud) (HR. Muslim)
3. Perumpamaan shalat lima waktu seperti sebuah sungai yang airnya
mengalir dan melimpah dekat pintu rumah seseorang yang tiap hari mandi
di sungai itu lima kali. (HR. Bukhari dan Muslim)
4. Abdullah
ibnu Mas'ud Ra berkata, "Aku bertanya kepada Rasulullah, "Ya Rasulullah,
amal perbuatan apa yang paling afdol?" Beliau menjawab, "Shalat tepat
pada waktunya." Aku bertanya lagi, "Lalu apa lagi?" Beliau menjawab,
"Berbakti kepada kedua orang tua." Aku bertanya lagi, "Kemudian apa
lagi, ya Rasulullah?" Beliau menjawab, "Berjihad di jalan Allah." (HR.
Bukhari)
5. Shalat dua rakaat (yakni shalat sunnah fajar) lebih baik dari dunia dan segala isinya. (HR. Tirmidzi)
6. Barangsiapa meninggalkan shalat dengan sengaja maka dia kafir terang-terangan. (HR. Ahmad)
7. Suruhlah anak-anakmu shalat bila berumur tujuh tahun dan gunakan
pukulan jika mereka sudah berumur sepuluh tahun dan pisahlah tempat
tidur mereka (putera-puteri). (HR. Abu Dawud)
8. Shalat pada awal waktu adalah keridhoan Allah dan shalat pada akhir waktu adalah pengampunan Allah. (HR. Tirmidzi)
9. Barangsiapa lupa shalat atau ketiduran maka tebusannya ialah melakukannya pada saat dia ingat. (HR. Ahmad)
10. Apabila seseorang mengantuk saat akan shalat hendaklah ia tidur
sampai hilang ngantuknya, sebab bila shalat dalam keadaan mengantuk dia
tidak menyadari bahwa ketika beristighfar ternyata dia memaki
dirinya.(HR. Bukhari)
11. Janganlah melakukan shalat pada saat
hidangan makanan sudah tersedia dan jangan pula memulai shalat dalam
keadaan menahan kencing dan buang air (termasuk kentut). (HR. Ibnu
Hibban)
12. Apabila diserukan untuk shalat datangilah dengan
berjalan dengan tenang. Apa yang dapat kamu ikuti shalatlah dan yang
tertinggal lengkapilah. (HR. Ahmad) Penjelasan: Tidak boleh tergesa-gesa dan berlari-larian menuju masjid.
13. Yang pertama-tama diangkat dari umat ini ialah khusyu' sehingga
tidak terlihat seorangpun yang khusyu'. (HR. Ahmad dan Ath-Thabrani)
Semoga Bermanfa’at ❀ Jazzakumullahu khayran wa Barakallahu fiikum. ❀
Silahkan di Tag/Share….Semua untuk Umat dan Syiar Islam, Silahkan
saling bantu Tag atau bagikan pada sahabat-sahabat yang lain, Kunjungi
Blog & Page kami dan klik ''Like/Suka'' untuk Bergabung. Page: https://www.facebook.com/pages/الهداياة-Al-Hidayah/160723347318200
Bismillahi rohmani rohim
Ketahuilah, semoga Allah merahmati kita, bahwanya jalan yang menjamin
bagi kita untuk mendapatkan kenikmatan Islam itu hanya satu dan tidak
banyak, karena Allah menetapkan kebahagian hanya
bagi satu golongan saja. Allah Ta’ala berfirman : “Mereka itulah
golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya golongan Allah itulah
golongan yang beruntung.” (QS. Al-Mujadilah 22).Dan Allah juga
menetapkan kemenangan itu hanya bagi satu golongan, Allah menyatakan :
“Dan barang siapa menjadikan Allah, Rasul-Nya dan orang-orang yang
beriman sebagai walinya, maka sesungguhnya golongan Allah itulah yang
pasti menang.” (QS. Al-Maidah 56).
Dan kapanpun kita cari dalam
Al-Qur’an serta dalam Al-Hadits, tidak akan kita jumpai memecah belah
umat kepada jama’ah-jama’ah dan kelompok-kelompok kecuali pasti di cela
(oleh Al-Qur’an dan Al-Hadits tersebut,ed.).
Allah Ta’ala
berfirman : “Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang menyekutukan
Allah, yaitu orang-orang yang memecah–belah agama mereka, dan mereka
menjadi beberapa golongan, tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa
yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar-Ruum 31-32).
Dan
bagaimana Allah Azza Wa Jalla akan meridhoi umat-Nya untuk berpecah
belah setelah Allah menjaganya dangan tali-Nya, dan Allah juga yang
melepaskan nabi-Nya dari hal tersebut, dan mengingatkannya (dari bahaya
perpecahan tersebut, ed.). Allah Ta’ala berfirman : “Sesungguhnya
orang-orang yang memecah belah agamanya dan mereka berkelompok-kelompok,
tidak ada sedikitpun tanggung jawabmu terhadap mereka. Sesungguhnya
urusan mereka hanyalah pada Allah, kemudian Allah akan memberitahukan
kepada mereka apa yang telah mereka perbuat. “(QS. Al-An’am : 159).
Muawwiyah bin Abi Sufyan berkata : Bahwasanya Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam berdiri di antara kami lalu menyatakan : “Sesungguhnya
ahlul kitab sebelum kalian berpecah (menjadi) dua belas millah
(golongan), dan umat ini akan berpecah (menjadi) tiga belas, dua belas
di neraka dan satu di surga, yaitu Al-Jama’ah.” (HR. Ahmad, Abu Dawud).
Berkata Al-‘Amir Ash-Shan’ani rahmatullah : “Penyebutan jumlah pada
hadits ini bukanlah untuk menerangkan tentang banyaknya orang-orang yang
binasa, hanya saja hal itu menerangkan tentang luasnya jalan-jalan
kesesatan dan cabang-cabangnya, serta (menerangkan bahwa) jalan
kebenaran itu hanya ada satu. Dan serupa dengan itu adalah apa yang di
sebutkan oleh para ulama tafsir dalam firman Allah : “Dan janganlah
kalian mengikuti jalan-jalan(yang lain), karena jalan-jalan itu
menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya.” (QS. Al-An’am: 153).
Dan
bahwasanya (Allah) menjamak (menggunakan lafadz As-Subul sebagai bentuk
jamak / jumlah bilangan yang banyak, ed.) terhadap jalan –jalan yang di
larang untuk mengikutinya, faedahnya adalah untuk menerangkan
bercabangnya jalan-jalan kesesatan, banyak dan luasnya. Sedangkan Allah
menunggalkan (menggunakan lafadz tunggal, ed.) terhadap jalan petunjuk
dan kebenaran untuk (menerangkan) bahwa jalan kebenaran itu hanya satu
dan tidak berbilang ( yakni tidak banyak dan bercabang-cabang jumlahnya,
ed.).”
Ibnu Mas’ud radhiyallahu anhu berkata : “Rasulullah
Shallallahu alaihi wa sallam menggariskan satu garis (di atas tanah)
pada kami lalu kami menyatakan : “Ini adalah jalan Allah “, kemudian
beliau menggariskan beberapa garis di sebelah kanan dan kirinya, lalu
menyatakan : “Ini adalah jalan-jalan ( As-Subul, maknanya beberapa jalan
yang banyak, ed.) dan di atas setiap jalan ini ada setan yang mengajak
kepadanya”. Lalu beliau membaca (Firman Allah) : “Dan ini adalah
jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kalian mengikuti
jalan-jalan (yang lain), Karena jalan itu menceraiberaikan kamu dari
jalan-Nya.” (QS. Al-An’am : 153).
Hadits dia atas menunjukkan
dengan tegas bahwa jalan kebenaran itu hanya satu. Al-Iman Ibnu Qayyim
berkata : “…….Karena jalan yang menyampaikan kepada Allah itu hanya
satu, apa-apa yang diutus dengannya para Rasul-Nya, serta di turunkan
dengannya kitab-kitab-Nya, tidak seorangpun yang sampai kepada Allah
kecuali dengan satu jalan ini, Seandainya manusia itu mendatangi setiap
jalan dan minta di bukakan pada setiap pintu, maka jalan-jalan mereka di
halangi, serta pintu-pintu itu tertutup, kecuali dari satu jalan ini,
maka sesungguhnya jalan itulah yang menyampaikan kepada Allah”.
Dari ucapan Ibnu Qayyim di atas jelas bagi kita bahwa yang di maksud
dengan jalan itu adalah rukun kedua dari rukun-rukun tauhid setelah
syaadat Laa Ilaaha illallah yaitu syahadat wa asyahadu anna Muhammad
rasulullah, dan hal itu juga termasuk rukun kedua dari syarat-syarat di
terimanya amalan, karena amalan itu tidak akan di terima kecuali dengan
dua syarat, yaitu ikhlas dan mengikuti contoh dari Rasulullah
Shallallahu ‘alahi wa sallam.
Setelah jelas bagi kita bahwa
jalan kebenaran itu hanya satu, maka tidak boleh bagi kita untuk
menyatakan atau beranggapan bahwa jalan menuju Allah itu banyak sekali
sejumlah nafas-nafas manusia, atau pertanyaan-pertanyaan yang lain yang
sudah diketahui secara jelas dalam agama ini bahwasanya hal tersebut
adalah salah. Dan agama ini datang untuk mempersatukan pemeluknya (dalam
satu ikatan) dan tidak untuk memecahbelah. Dan Allah Subhanahu wa
ta’ala menyatakan : “Dan berpegang teguhlah kalian semua dengan tali
Allah, dan janganlah kalian berpecahbelah, serta ingatlah atas ni’mat
Allah kepada kalian, ketika kalian (dahulu) bermusuhan, lalu Allah
persatukan hati-hati kalian, menjadilah kalian dengan ni’mat Allah
tersebut bersaudara.” (QS. Ali-Imran : 103).
Dan yang di maksud
dengan hablullah (tali Allah) adalah Kitabullah (Al-Qur’an),
sebagaimana dinyatakan oleh Abdullah bin Mas’ud radhiallahu anhu :
“Sesungguhnya jalan ini di hadiri oleh para setan yang menyeru : “Wahai
hamba Allah, ayo kesini ! Ini adalah jalan (yang lurus)”, untuk
menghalangi mereka dari jalan Allah. Maka berpegang teguhlah dengan tali
Allah, karena sesungguhnya tali Allah itu adalah Kitabullah”.
Dari atsar diatas dapat kita anbil dua faedah :
Pertama : Bahwa jalan (yang lurus) itu hanya satu, dan setan berupaya
untuk memecah belah manusia di sekitar jalan tersebut. Maka tidak ada
cara yang paling baik untuk memecah belah manusia dengan ajaran bahwa
jalan kebenaran itu banyak. Maka barang siapa yang melempar
keragu-raguan kepada manusia dengan pertanyaan bahwa kebenaran itu tidak
terbatas pada satu jalan saja, maka dia adalah setan. Dan Allah
menyatakan : “Maka tidak ada setelah kebenaran itu kecuali adalah
kesesatan.” (QS. Yunus : 32).
Kedua : Bahwa tali Allah yang di
tafsirkan dengan Kitabullah yang wajib atas kaum muslimin untuk
berpegang teguh dengannya dan bersatu di atasnya tidak bertentangan
dengan ucapan Ibnu Mas’ud : “Shirothol mustaqim adalah apa yang
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan (mewasiatkan,
ed..) kami di atasnya. “(Atsar riwayat Imam At-Thabrani). Hal
tersebut di karenakan Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam
meninggalkan bagi mereka Al-Kitab (Al-Qur’an) dan As-Sunnah, sebagaimana
yang beliau nyatakan : “Aku tinggalkan pada kalian apa-apa yang jika
kalian berpegang teguh dengannya niscaya kalian tidak akan sesat
setelahku selama-lamanya, yaitu Kitabullah dan sunnahku.” (HR. Imam
Malik dalam Al-Muwatho’).
Dan sunnahnya Rasulullah Shallallahu
alaihi wa sallam itu juga termasuk wahyu, dan juga sebagai tafsir dari
Al-Qur’an, bahwa sebaik-baiknya makhluk dan menafsirkan Al-Qur’an adalah
Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam. Allah Subhanahu wa Ta’ala
menyatakan : “Dan Kami turunkan kepadamu Adz-Dzikir untuk menjelaskan
kepada manusia apa-apa yang Kami turunkan kepada mereka.” (QS. An-Najm :
3-4).
Rasulullah Shallallahu aliahi wa sallam menyatakan :
“Ketahuilah, sesungguhnya diturunkan kepadaku Al-Qur’an dan yang
semisalnya bersama Al-Qur’an itu. “ (Shahihul Musnad). Hasan bin
Athiyyah menyatakan : “Sesungguhnya Jibril menurunkan sunnah kepada
Muhammad Shollalahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana dia menurunkan
Al-Qur’an.”
Oleh karena Nabi Shallallahu alaihi wa sallam
memerintahkan umatnya jika terjadi perpecahan untuk berpegang dalam
sunnah beliau Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menyatakan :
“Sesungguhnya barang siapa diantara kalian yang hidup sesudahku, niscaya
akan melihat perselisihan yang banyak. Maka wajib atas kalian (untuk
berpegang teguh) dengan sunnahku dan sunnahnya khulafaur rasyidin
al-mahdiyyin. Berpegang teguhlah kalian dengannya, dan gigitlah sunnah
tersebut dengan gigi geraham. Dan berhati-hatilah kalian dengan
perkara-perkara yang diada-adakan adalah bi’dah.” (HR. Abu Dawud dan
Tirmidzi).
Ibnu Baththah menerangkan sebab bersatunya kalimat
salaf : “Terus-menerus generasi pertama umat ini diatas (jalan) ini
semua, (yakni) di atas persatuan hati dan kecocokan madzhab. Kitabullah
(Al-Qur’an) sebagai penjaga mereka, sunnahnya Rasulullah sebagai imam
mereka. Mereka tidak menggunakan pendapat-pendapat mereka dan tidak
tergiur dengan hawa nafsu mereka. Maka terus-menerus manusia dalam
keadaan demikian, hati-hati mereka terjaga dengan penjagaan Tuhan
mereka, dan jiwa-jiwa mereka tertahan dari hawa nafsu dengan pertolongan
Tuhannya.” (lihat Kitab Al-Ibanah 1/237).
Semoga Bermanfa’at ❀ Jazzakumullahu khayran wa Barakallahu fiikum. ❀
Silahkan di Tag/Share….Semua untuk Umat dan Syiar Islam, Silahkan
saling bantu Tag atau bagikan pada sahabat-sahabat yang lain, Kunjungi
Blog & Page kami dan klik ''Like/Suka'' untuk Bergabung.